Rabu, Desember 08, 2010

0
AIRA

Jarum jam menunjukkan pukul 9.30 Wib. “Sebentar lagi istirahat pertama, aku sudah tak betah berada dikelas ini, aku harus pulang. Aku bosan” gerutuku dalam hati.
Lima belas menit kemudian, bel istirahat pun berbunyi. Aku segera berkemas, memasukkan satu-satunya buku tulisku kedalam tas ransel bututku. Hiruk pikuk para siswa terdengar riuh. Secepatnya ku melangkah dengan memegang tali tas ranselku. Kucoba berbaur dengan para siswa yang berebut keluar dari lorong kelas menuju kantin. Aku tak perduli dengan pandangan teman-teman yang menggeleng-gelengkan kepala melihatku.
“Ups, ada Pak Sugiro.” Guru olahraga yang begitu sentimen padaku. Guru olahraga yang selalu ingin menangkap basah murid yang pembolos sepertiku. Dia sangat gemar menjemur murid-murid dilapangan dan menghormat bendera. Secepatnya aku menyusup masuk ke kelas XI IPA disebelahku dan langsung duduk seraya pura-pura mencari sesuatu didalam tas ku. “Untunglah, dia tak melihatku.” Pikirku.
“Hey, awas. Aku mau lewat.” Suara seorang gadis dari sebelahku.
“Oh, maaf. Silahkan” ucapku seraya berdiri. Amboy.. manis sekali gadis ini, wajahnya imut dengan lesung pipi yang menggemaskan. Gerutuku dalam hati terpesona.
“Bengong pula!, Awasssss!!!” hardiknya.
“Kalau mau bolos, bolos aja sana. Gak usah lihat-lihat wajahku. Emang aku pisang??. Kenapa? Naksir? Sorry ya, aku sudah punya suami!” Ucapnya galak.
“Hah? Suami?” Tanyaku.
“Pokoknya awas!!”, katanya seraya mendorong tubuhku.
“Uh, galak amat!, tapi masa bodoh lah, yang penting aku harus cepat pergi dari sekolah ini”. Kemudian kubergegas menuju belakang kelas XI IPA. Melompat dan hup, kakiku dengan mantap bertumpu pada meja bekas yang sengaja ditaruh anak-anak lain untuk membantu memanjat tembok sekolah ini. Tanganku meraih atas tembok, berpegangan pada tiang kawat berduri diatasnya. Ah, sudah aman sekarang tinggal lompat keluar dan aku sudah berada dipinggir jalan belakang sekolahku. Sebaiknya aku beranjak pulang. Ayah dan Ibu selalu sibuk, pasti gak ada dirumah. Kakakku kuliah di Bogor. Adikku?, ah gampang.. Tinggal diintimidasi saja.. He he he.
_&_
Hari ini aku bolos lagi, tapi aku tak segera pulang. Setelah berganti pakaian dengan kaos oblongku, kusempatkan jalan-jalan ke mall bersama teman-teman yang lain. Disana aku merasa bosan, aku pamit pisah dari teman-teman yang sibuk memilih komik di toko buku . Segera ku menuju game zone dilantai atas. Kuisi card memberku dan mulai asyik bermain House of the death. Saat asyik main, tak sengaja ku menoleh kearah sepasang kekasih yang nampaknya sedang bertengkar, “Hey, bukannya itu gadis yang di XI IPA kemarin? Sedang dia disini? Dia gak sekolah?, terus cowok itu, Amrin?” Aku penasaran. Aku segera menghentikan gamenya, kumendekat kearah mereka. “Lho? Kok gadis itu ditinggal begitu saja?, hey.. dia menangis” selidikku.
“Sorry. Kamu anak SMU 1 kan? Kenapa? Boleh aku duduk?” selidikku.
Dia tak menjawab, hanya sesenggukan sembari menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
“Maaf, kalau kamu tak keberatan, gimana kalau aku traktir makan di foodcourt. Siapa tau sedihmu bisa hilang”, bujukku.
.
Dia mengangguk, dengan tersenyum beranjak dan menuju foodcourt. Ia mengikutiku dari belakang. Setelah memilih meja yang agak tersembunyi, aku memesan menu yang ada. Dia juga melakukan hal yang sama
“Kamu gak sekolah?” kuberanikan bertanya. Dia menggeleng.
“Sama, aku juga bolos” ucapku sambil cengengesan sembari menyeruput es cendol pesananku.
“Nama kamu siapa sih?, kita satu sekolah kan?” tanyaku lagi.
“Aira” jawabnya. Masih nampak kesedihan diwajahnya.
“Aku Wahyu” balasku sambil minum es cendolku lagi.
“Aku tahu. Anak kelas III IPS 1 yang berjulukan si Lao kan?” jawabnya sembari bertanya.
“Lho, kamu sudah tahu aku toh?” ucapku malu.
“Kamu kan sering bolos lewat belakang kelasku. Lagian siapa sih yang gak kenal Lao di SMA 1?. Anak badung yang sering distrap menghormat bendera, sering dihukum membersihkan toilet di sekolah, hobby merokok di kantin. Seenaknya kalo lewat dari depan orang.” Ucapnya membuat telingaku merah.
“Oh, syukurlah kalo kamu tahu. Tapi kamu gak takut padaku kan?” tanyaku.
“Sebenarnya sih iya, tapi aku ragu. Aku yakin kamu bermaksud baik. Aku heran, kamu kok gak dikeluarkan dari sekolah seperti teman-temanmu yang lain?” tanyanya padaku.
“Hmm, gak tau juga ya. Mungkin Bu Kepsek jatuh hati padaku”. Ucapku asal.
Dia tersedak, kemudian meraih air mineral diatas meja. Lantas dia tertawa. Sumringah sekali. Sepertinya dia telah melupakan kejadian sebelumnnya.
“Kamu kok ada disini?” selidikku pura-pura.
“Kamu kan lihat alasannya” jawabnya.
“Ketemuan dengan cowokmu? Si Amrin itu cowok kamu ya?. Kok bertengkar?” selidikku.
Dia tak menjawab, tangan mungilnya hanya mempermainkan cery yang ada digelasnya.
“Maaf, kalo aku ikut campur” sergahku kemudian.
“Gak masalah kok. Iya, bang Amrin memang cowokku. Dia egois. Dia selingkuh, aku melihatnya dan ia tidak mengakuinya” ucapnya kemudian.
“Kamu kok doyan bolos sih?, kamu gak takut kalo gagal UAN?” di bertanya seolah ingin mengalihkan pembicaraan.
“Aku malas. Membosankan. Kalo memang tak lulus ya sudah. Aku kursus mekanik saja” ucapku.
“Kamu boleh jadi temanku” ucapnya sembari tersenyum ketika mendengar jawabanku.
Kali ini aku yang tersedak. “Uhuk, apa?. Gak salah dengar?, bukannya kamu tahu kalo disekolah tak ada murid cewek yang mau berteman denganku? Tanyaku.
“Apa salahnya?, kamu baik walau badung” jawabnya membuatku terbengong.
____________&&&______________
Hup, aku kembali meloncat untuk meraih tembok sekolah. Saat hendak naik, tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku.
“Mau kemana?, Boleh aku ikut?” ternyata si Aira yang membuatku kembali turun.
“Gak. Kamu belajar aja sana. Biar pintar” jawabku
“Emang kamu gak ingin pintar?”
“Gak perlu. Aku gak ingin”
“Kamu mau gak temani aku ke kantin?”
“Sekarang?”
“Iya, Aku mau traktir kamu. Bukannya kemarin kamu sudah menghiburku dan mentraktirku? Aku mau balas. Kamu gak boleh nolak.” Jawabnya
“Besok aja deh, aku mau pulang.”
“Sekarang aja, yuk!” Dia menarik tanganku. Aku hanya diam. Seperti kerbau dicucuk hidung, aku menurut.
Kantin teramat ramai. Mata para siswa mendelik melihatku ditarik seorang siswi cantik.
“Bik. Mie ayamnya dua ya plus teh esnya” pesan Aira kepada bibi pemilik kantin.
“Ehm, mau kemana kamu Wahyu?, kenapa kamu bawa-bawa tas kamu? Pasti kamu mau membolos lagi kan?” tiba-tiba Pak Sugiro sudah ada dikantin.
“Nggak kok Pak. Bang Wahyu tadi pagi nitip tasnya sama Saya, dia sudah berubah kok Pak. Bang Wahyu gak akan pernah bolos lagi. Iya kan bang Wahyu?” jawab Aira yang membuatku terbata-bata menjawab.
“I.. iya Pak”
“Oh ya, baguslah. Saya akan lihat. Sejauh mana kamu mau berubah” kata Pak Sugiro sembari memandangi kami berdua dan berlalu pergi.
“Hey, kamu, akhh..” gerutuku
---&&&----
Sebulan sudah berlalu, hari-hariku mulai berubah. Aira membuatku berjanji untuk tidak membolos. Setiap ingin membolos, Aira pasti mencegatku dilorong. Sepertinya ia tahu kemana aku pergi. Setiap kali kepergok, ia akan mengajakku ke kantin. Kalo aku tak mau, ia pasti merengek untuk minta ditemani. “Aku ingin curhat” katanya setiap kutanya.
Pernah suatu hari ku berontak, membentaknya dan hampir saja membuatnya menangis. Wajahnya yang kukagumi itu membuatku tak berdaya bila tiba-tiba berubah mendung. Jelas sudah, perlahan tapi pasti akupun mulai rajin belajar. Aku tak kuasa menolak ajakannya untuk belajar ketika ia menelponku sehabis magrib. Aneh.
____$$$___
Hari ini gerah sekali. Dimana Aira? Biasanya ia pasti menungguku pulang sekolah. Kali ini kok tidak? “Mungkin ia pulang duluan, siapa tau ada keperluan mendesak” pikirku
“Hey, itu dia. Dia dan Amrin. Mereka bertengkar lagi. “Astaga, Amrin menampar Aira” Tak bisa kubiarkan, kubergegas menuju kearah mereka.
“Jangan ikut campur Lao, ini bukan urusanmu!” bentak Amrin padaku.
“Oh ya, begitu? Aku tak suka kalo kamu menampar Aira” Jawabku lantang
“Sok jagoan kamu” ucap Amrin dan langsung melayangkan tinjunya kebibirku. Bibirku berdarah dan tentu saja membuat emosiku naik kelevel teratas. Tanpa bicara kubalas pukulannya, bertubi-tubi kuhantam wajah dan perutnya. Aira berteriak histeris. Aku tak perduli bagai orang kesetanan kuhajar si Amrin. Amrin nampak tak berdaya melawanku. Wajahnya babak belur, sudut bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Suatu ketika, tanganku meraih batu dari tanah dan... Tanganku ditangkap seseorang, ternyata Pak Sugiro. Ia dan murid-murid melerai kami. Hampir seluruh murid satu sekolahan manyaksikan perkelahian kami.
“Wahyu, hentikan!!. Kamu sok jagoan ya? Kamu mau jadi pembunuh?” bentak Pak Sugiro.
Aku membisu, mataku hanya memandangi seragam putih biruku yang berlumuran darah. Sementara anak-anak membawa Amrin ke UKS.
Seminggu sudah aku diskors. Tragedi itu membuat pihak sekolah memanggil orangtuaku. Hari ini hari Senin, Ayah dan Aku diminta Kepala Sekolah untuk menghadap. Dikantornya sudah ada Aira, Amrin dan Ayahnya, Pak Sugiro dan Guru BP.
“Silahkan masuk Wahyu. Sekarang kamu salam Amrin. Minta maaflah. Dia sudah memaafkan kamu.” Ucap Bu Kepsek.
Kuulurkan tanganku dan disambut oleh Amrin. Wajahnya tersenyum meski perban masih menghiasi batang hidung dan wajahnya.
“Wahyu, kami tahu kamu bermaksud baik. Tapi perbuatan kamu itu tidak bisa dibiarkan. Tak boleh ada menghakimi sendiri disekolah ini. Apalagi catatan kenakalanmu sudah teramat banyak” ucap Bu Kepsek.
“Tapi, Bu..”
“Tidak, Wahyu. Kami tidak akan mentolerir hal seperti itu. Kami tidak akan mengeluarkanmu. Aira sudah menceritakan semuanya. Dan Wali kelasmu juga memberi kesempatan padamu. Kamu dan Amrin sudah menjalani hukuman. Sekarang Kamu dan Aira silahkan masuk kelas. Biar Amrin dan Orangtua kalian musyawarah dengan Saya” Ucap Bu Kepsek.
“Terima Kasih Bu” Ucapku sambil bergegas keluar sembari mengangguk pada Ayah yang tersenyum padaku.
“Bang, makasih ya” ucap Aira padaku ketika berjalan dilorong.
Aku hanya tersenyum padanya.
“Gak nyangka abang sadis banget, aku jadi takut. Jangan seperti itu lagi ya, Aira gak rela kalo abang menyakiti orang” rengeknya
Aku hanya menggeleng, seolah menjawab aku tak akan mengulanginya.
Tiba-tiba Aira mencium pipiku, kemudian dia berlari mendahuluiku. Sambil berjalan mundur, ia berkata “I Love You, tunggu aku nanti di kantin ya..” Lesung pipinya nampak jelas sekali. Dan ia bergegas masuk kelasnya.
Aku terpaku, menyentuh pipiku yang baru saja diciumnya. Tak perduli pada murid-murid didekatku, aku berucap “ I Love You too Aira, ya aku pasti datang kekantin nanti”.
The End

Cerita ini hanya fiksi, tokoh dan sekolah didalamnya hanya inspirasi penulis yang kebetulan bersekolah disana. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

 
LOCKERWHY | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog